SURABAYA — Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama Polda Jatim tengah menyusun regulasi khusus terkait fenomena sound horeg yang marak terjadi di sejumlah daerah di Jatim.
Langkah ini diambil sebagai hasil dari rapat koordinasi yang dipimpin langsung oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan Wakil Gubernur Emil Elestianto Dardak, bersama sejumlah pihak terkait di Gedung Negara Grahadi.
Rapat tersebut dihadiri jajaran Polda Jatim, Sekretaris MUI Jatim, serta sejumlah kepala organisasi perangkat daerah (OPD) pada Jumat (25/7/2025).
Fokus pembahasannya adalah penyusunan aturan yang mengatur penggunaan sound horeg, serta pembentukan tim khusus lintas lembaga untuk merumuskan solusi terbaik bagi semua pihak yang terdampak.
"Malam ini kami mendengarkan paparan tentang sound horeg dari berbagai sudut pandang, mulai dari aspek agama, lingkungan, budaya, hukum, hingga kesehatan. Semua masukan kami himpun agar bisa menghasilkan solusi yang adil dan tepat," ujar Gubernur Khofifah dalam keterangannya.
Khofifah menjelaskan bahwa fenomena sound horeg—yang dikenal dengan suara keras dan durasi panjang—banyak ditemukan di daerah seperti Tulungagung, Banyuwangi, Pasuruan, Jember, dan Malang.
Ia menegaskan, diperlukan payung hukum yang jelas untuk menata praktik tersebut agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat.
"Apakah bentuknya nanti Peraturan Gubernur, Surat Edaran, atau Surat Edaran Bersama, yang penting konsiderannya harus lengkap. Kita tidak sebut sound horeg jika tidak melebihi batas desibel tertentu," tegas Khofifah.
Ia menyebut sound horeg berbeda dari sound system biasa. Umumnya, sound horeg menimbulkan suara hingga di atas 85 hingga 100 desibel dan berlangsung lebih dari satu jam—melebihi ambang batas aman berdasarkan standar WHO dan kajian kesehatan lingkungan.
Untuk itu, Pemprov Jatim bersama instansi terkait menargetkan agar regulasi ini sudah selesai pada 1 Agustus 2025, mengingat meningkatnya aktivitas masyarakat menjelang peringatan HUT RI ke-80.
"Ini mendesak. Kita harus segera putuskan kualifikasi teknis dalam regulasi, termasuk dampak sosial, ekonomi, dan kesehatan. Daerah-daerah juga menunggu arahan," tambahnya.
Tim perumus regulasi melibatkan unsur Polda Jatim, MUI, Kanwil Hukum, tenaga medis, hingga akademisi, agar aturan yang disusun benar-benar komprehensif.
Sementara itu, Wakil Gubernur Emil Dardak menegaskan bahwa Gubernur Khofifah mengawal langsung proses pembentukan regulasi ini sejak awal hingga akhir.
Emil menyebut masyarakat memerlukan kepastian hukum mengenai batas penggunaan sound system dalam berbagai kegiatan.
"Arahan Ibu Gubernur sangat jelas: regulasi harus segera diterbitkan. Istilah sound horeg masih menimbulkan perbedaan pandangan, maka kita kembali pada regulasi untuk memberikan kepastian hukum," jelas Emil.
Dengan adanya regulasi ini, diharapkan penggunaan sound system bisa tetap berjalan namun tanpa mengganggu ketertiban umum, kenyamanan warga, maupun kesehatan masyarakat. []